Tatkala pandemi Covid-19 kali pertama melanda Indonesia, berbagai sektor ekonomi pun terdampak virus itu. Perekonomian, khususnya investasi rontok. Tak terhitung saham yang terjerembab ketika itu. Namun bagi sejumlah orang, situasi itu malah berdampak positif. Investor memborong saham berjumlah besar. Tren investasi tumbuh dengan banyak pilihan. Apa itu mata uang digital atau cryptocurrency adalah salah satu yang banyak ditanyakan.
Tidak sedikit orang yang mulai mempelajari beragam instrumen investasi, misalnya saham, reksadana, emas, hingga mata uang digital. Berinvestasi di aset cryptocurrency atau mata uang digital memang sedang hits belakangan ini. Kebanyakan orang merasa penasaran apa itu mata uang digital yang dianggap baru tersebut. Mata uang itu malah sempat trending di sejumlah jejaring sosial. Untuk mereka yang baru pertama kali mendengarnya boleh jadi penasaran dengan mata uang tak kasat mata ini.
Apa Itu Mata Uang Digital
Cryptocurrency adalah bentuk uang digital. Jadi itu hanya ada dalam bentuk virtual, tidak ada bentuk koin atau uang kertas. Pengguna dapat bertransaksi dengannya secara tunai, tetapi secara digital tanpa memerlukan bank atau pihak ketiga lainnya. Bitcoin dan jenis cryptocurrency lainnya seperti Ethereum, Dash, Ripple, Litecoin, dan Monero tidak memiliki 1 pemilik, tetapi dimiliki oleh semua orang yang menggunakannya. Teknologi dasar dan aman yang memungkinkan semua hal tersebut disebut Blockchain.
Mata uang tersebut mulai tren tak cuma di Negara kita namun juga di negara lain. Hingga Februari 2020, setidaknya ada 10 negara dimana penduduknya mempunyai uang digital dengan nominal banyak. Nigeria, Vietnam dan Filipina misalnya, penduduknya sudah sangat akrab dengan mata uang digital. Warga Nigeria menggunakan smartphone ketika membayar atau mentransfer pada transaksi di sejumlah toko. Di negara itu pun mata uang kripto lazim difungsikan untuk pilihan pembayaran di toko online. Oleh karena itu, penduduk Nigeria begitu dekat dengan uang digital.
Jadi pengguna dapat membayar dengan mata uang kripto, tetapi sebagian besar yang ada adalah tentang orang-orang yang telah berinvestasi di dalamnya. Sebagai ilustrasi, siapa pun yang membeli Bitcoin seharga $50 pada tahun 2009 yaitu tahun pertama kali Bitcoin ditawarkan pasti sekarang sudah menjadi multijutawan. Namun bahkan mereka yang ‘baru’ memulai di awal tahun 2017, pun sudah mendapatkan keuntungan hampir 2000% di e-wallet setahun kemudian. Para pendukung Bitcoin seringkali membuat perbandingan mata uang digital tersebut dengan emas. Dikatakan bahwa emas tidak memiliki manfaat sosial dan tidak memiliki dasar ekonomi. Emas hanya bernilai tinggi karena kelangkaannya. Itu pun berlaku untuk mata uang digital.
Istilah-Istilah dalam Mata Uang Digital
Secara mudah mata uang digital bisa didefinisikan sebagai mata uang online. Tatkala konsumen hendak melakukan investasi di mata uang digital, sejumlah istilah penting mesti diketahui. Berikut ini beberapa istilah penting yang harus dimengerti yaitu :
- Bull market, sebutan yang menggambarkan ketika kondisi pasar tengah menanjak.
- Bear Market, istilah ini berlawanan dengan bull market. Bear market terjadi saat market sedang merosot.
- Fear of Missing Out (FOMO), investor yang biasanya pemula yang sedang belajar dan masih gampang terpengaruh orang lain.
- Pump and Dump, menunjukkan strategi yang tengah dijalankan investor mata uang kripto. Pump dipakai saat harga mata uang itu tengah menanjak, sementara dump ketika harga mata uang tengah anjlok.
- Whale, kata yang dipakai untuk menjuluki investor dengan kepemilikian mata uang kripto berjumlah besar, setidaknya 5 % dari semua aset digital yang ditempatkan dalam market.
- Fear, Uncertainty, and Doubt (FUD) adalah sebutan strategi yang dijalankan investor bilamana hendak melemahkan harga uang kripto agar dapat dibeli dengan harga rendah.
- Rekt adalah kata yang dipakai untuk menjuluki pemain yang kalah. Di dunia investasi, kata tersebut dipakai untuk investor yang keliru ketika membuat keputusan, umpamanya menjual ketika harga mata uang digital sedang jatuh atau membeli ketika harga tengah melambung.
- No Cointer, kata yang dipakai untuk menjuluki mereka yang tak punya aset uang kripto atau orang yang menjual semua cryptocurrency yang dipegangnya.
- To The Moon, kata untuk mendeskripsikan mata uang kripto yang tengah menanjak bahkan hingga puncak apakah itu harganya atau kuantitas penjualannya.
- Cryptoses, adalah kata yang difungsikan untuk menggambarkan rasa antusias atau besarnya rasa penasaran akan mata uang digital.
Risiko Mata Uang Digital
Apapun jenisnya berinvestasi selalu melibatkan risiko. Dan berinvestasi di mata uang kripto, risiko yang harus dihadapi pun cukup besar. Misalnya, jika investor membeli saham, itu artinya mereka membeli bagian dari perusahaan yang mendasarinya. Mata uang digital tidak memiliki nilai intrinsik seperti itu. Nilainya hanya ditentukan oleh permintaan spekulan. Jika mereka keluar dari pasar maka mata uang itu itu bisa berakhir dalam waktu singkat. Selain itu, dompet digital milik pengguna pun dapat diretas secara online atau kunci digital dapat hilang. Kemudian investor kehilangan semua saldo mata uang digital yang disimpannya tanpa bisa kembali lagi. Lagi pula, tidak ada bank juga berarti tidak ada pihak yang bertanggung jawab.
Itulah sebabnya di banyak negara otoritas berwenang memperingatkan terhadap risiko investasi di mata uang kripto. Salah satu alasannya adalah rentan terhadap penipuandan manipulasi. Regulator pun menyarankan masyarakat untuk tidak berinvestasi dalam cryptocurrency baru yang tidak berada di bawah pengawasannya.
Menurut Joseph Stiglitz, pemenang Hadiah Nobel di bidang ekonomi berpendapat jika metode pembayaran digital hanya populer karena kemungkinan dapat digunakan untuk pencucian uang dan lagian tidak memberikan manfaat sosial apa pun. Hebohnya mata uang digital pun memiliki kesamaan dengan situasi sebelum jatuhnya pasar saham dunia tahun 1929. Nilai mata uang digital meningkat, sama seperti pasar saham di tahun 1920-an. Pada akhirnya tahun 1929 pun tercapai. Kemudian harga saham berangsur-angsur turun.
Anonimitas mata uang digital juga memungkinkan untuk disalahgunakan untuk tujuan kriminal, seperti pencucian uang yang diperoleh secara kriminal. Oleh karena itu, perusahaan yang menawarkan layanan pertukaran antara uang virtual (crypto) dan uang ‘biasa’ harus diatur oleh Undang-Undang yang dibuat oleh regulator. Itu juga berlaku untuk perusahaan yang menawarkan dompet digital mata uang kripto. Ini berarti bahwa:
Argumen lain yang menentang keberadaan mata uang digital adalah bahwa mining atau menambang membutuhkan banyak tenaga listrik. Di seluruh dunia setidaknya 40 TWh. Jumlah sebanyak itu adalah listrik yang digunakan negara Hongaria dalam setahun. Agar menguntungkan, komputer penambangan khusus harus berjalan secara permanen, yang akan berdampak buruk bagi lingkungan.
Mata uang digital saat difungsikan sebagai pilihan instrumen investasi tentu membawa resikonya sendiri. Karena belum ada regulasi pasti di negara kita, risiko itu pun menjadi bertambah tinggi. Namun prinsip High Risk High Return tetap berlaku, di mana ada risiko besar di situ ada keuntungan tinggi yang bisa ditangguk.