Ketentuan Larangan Impor Barang Bekas
Kementerian Perdagangan sudah mengeluarkan peraturan yang berisi larangan impor barang bekas atau seken yaitu melalui Permendag No. 48 Tahun 2015 mengenai ketentuan umum di bidang impor. Jadi apabila ada pihak baik perorangan maupun perusahaan yang masih nekat mendatangkan barang bekas dari luar negeri, akibatnya barang itu akan ditahan ataupun dimusnahkan. Peraturan tersebut ditetapkan bagi segala macam barang termasuk motor bekas atau sparepart bekas.
Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, pihak Bea dan Cukai diperbolehkan menahan barang impor bekas yang tak punya ijin yang diberikan Kementerian Perdagangan. Prosedur penahanan barang tersebut bisa untuk waktu yang cukup lama. Kemudian untuk proses pemusnahan dapat mencapai 60 hari kerja. Saat barang tadi masuk wilayah Indonesia maka Bea Cukai akan mengecek surat ijin yang dimiliki. Apabila importir tak memilikinya otomatis dalam 30 hari barang itu akan menjadi dikuasai negara. Dalam waktu 30 hari tersebut, importir diberikan kesempatan melengkapi ijin impor barang bekas. Apabila 30 hari pertama sudah dilalui maka diberikan lagi waktu 30 hari berikutnya. Bila tetap belum dapat menyerahkan surat ijin otomatis barang tadi berstatus barang milik negara (BMN).
Bilamana barang impor telah berstatus BMN untuk itu proses berikutnya akan dilihat dari aspek ekonomi. Umpamanya, bila barang yang ditahan itu kendaraan mewah, tentu sesudah penilaian bisa ditetapkan agar dilelang. Sebaliknya apabila barang itu termasuk kategori membahayakan selanjutnya dapat diambil langkah pemusnahan. Namun ada juga beberapa jenis barang bekas yang dipulangkan ke negara asal barang itu.
Pengecualian Larangan Impor Barang Bekas
Dalam Permendag No. 48 Tahun 2015 pun diatur pengecualian larangan impor barang bekas. Mengacu ke Peraturan Menteri Keuangan 161/PMK.4/2007 JO PMK 224/PMK.4/2015, barang lartas (terlarang dan terbatas) yaitu barang yang dilarang dan/atau dibatasi pemasukan atau pengeluarannya ke dalam ataupun dari wilayah pabean. Pertimbangan pokok dari diterapkannya aturan barang lartas yaitu menjaga kepentingan nasional. Produk lartas tertera di suatu daftar yang dikeluarkan instansi teknis kepada Menteri Keuangan, kemudian mendapat pengawasan dari Ditjen Bea Cukai (DJBC).
Instansi teknis yang disebutkan tadi yaitu yang memiliki kewenangan membuat ketentuan lartas dari barang impor atau ekspor termasuk Kementerian Perdagangan, Kementerian kehutanan, Kementerian Kesehatan, juga Kementerian Lingkungan Hidup. Sebagaimana disebutkan sebelumnya DJBC adalah instansi yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan atas barang larangan dan pembatasan. DJBC memiliki hak mencegah barang impor dalam kelompok lartas, namun tak disertakan ijin dari lembaga teknis terkait.
DJBC pun mempunyai kewenangan melarang barang yang bisa mengakibatkan perbedaan penafsiran dikategorikan barang lartas atau bukan. Pencegahan yang dijalankan Pejabat Bea dan Cukai antara lain melarang keberangkatan sarana pengangkut. Kewenangan pencegahan pun bisa berupa penundaan pengeluaran, pemuatan, maupun pengangkutan atas barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang berkenaan dengan barang kena cukai.
Selanjutnya untuk barang yang dicegah, baik importir atau eksportir wajib menyelesaikan perijinan dari instansi terkait. Bilamana pihak importir tak mampu menyelesaikan perijinan, untuk itu importir boleh membuat permohonan ekspor kembali dari barang yang didatangkan atau membuat permohonan pengeluaran barang sebagian. Hanya saja, jika pihak importir tak menyelesaikan izin dari barang yang dicegah melebihi 30 hari otomatis status barang itu adalah Barang Tidak Dikuasai.
Aturan barang lartas tadi dikenakan pada seluruh kategori barang yang diimpor mulai dari impor umum, impor barang kiriman via PJT atau Pos dan juga via terminal kedatangan penumpang. Pengecualian untuk barang lartas sebatas menurut perizinan yang ditetapkan dari peraturan yang dikeluarkan instansi teknis berwenang. Apabila regulasi yang dikeluarkan tak dengan jelas memberikan aturan pengecualian, DJBC tak memiliki kewenangan membuat persetujuan pengeluaran barang.
Mengenal Kode HS
Untuk para penjual skala global, kode HS (Harmonized System) cukup penting untuk diketahui. Kode tersebut mengatur peraturan mengenai besaran tarif pajak maupun kewajiban yang mesti dibayarkan ke negara. Kecuali itu, kode HS pun meliputi dokumen apa saja yang mesti disediakan oleh importir atau eksportir agar bisa memperoleh ijin berjualan dari otoritas negara. Kode HS berbentuk klasifikasi barang yang tertera pada buku tarif bea masuk Indonesia (BTBMI) yang akan mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, maupun pelacakan barang yang diimpor ke Indonesia oleh pihak bea cukai.
Perlu diketahui bahwa kode HS ini digunakan secara internasional dengan tujuan menyamakan persepsi setiap negara di dunia mengenai klasifikasi barang yang diperjualbelikan secara global lintas negara. Organisasi Bea Cukai dunia atau WCO telah menerapkan klasifikasi HS sistem enam digit, yang dapat diperluas menjadi sub-kategori tambahan dari tiap-tiap negara pengguna. Untuk negara-negara ASEAN, diterapkan klasifikasi barang sistem 8 digit yang dimodifikasi dari HS yang ditetapkan oleh WCO. Kode tersebut berupa ASEAN Harmonized Tarif Nomenclature (AHTN).
Indonesia menerapkan sistem klasifikasi tersebut untuk importir dan eksportir dari 1 Maret 2017 silam. Otoritas berwenang menyiapkan fasilitas pencarian kode HS barang via online. Fitur tersebut bisa digunakan dari website eservice.insw.go.id. Menggunakan portal tersebut, para pedagang bisa mengecek kode HS barang berikut pajak maupun ketentuan lain yang mengatur barang itu. Berikut petunjuk untuk menemukan kode HS barang dari situs INSW :
- Buka situs INSW (Indonesia National Single Window) dari alamat eservice.insw.go.id/
- Setelah itu pilih “INDONESIA NTR” dari toolbar kemudian tekan “HS CODE INFORMATION”.
- Klik pada kolom “PARAMETER” tekan “BTBMI – Description in Indonesian”
- Ketikkan nama barang di kolom “KEY WORDS” dalam Bahasa Indonesia. Misalnya : “topi” maka otomatis ditampilkan bermacam macam tipe HS code yang mempunyai kandungan “topi”
- Temukan kode HS yang berisi 8 digit angka lalu gulung layar ke bawah agar dapat mengecek tarif Bea Masuk, PPN, PPH, dan Larangan atau Pembatasan (Lartas).
Cara membaca kode HS
- Dua digit awal adalah Bab dimana sebuah barang diklasifikasikan. Misalnya topi berada di Bab 65, yang berisi “Tutup Kepala dan Bagiannya”
- Dua digit selanjutnya adalah Heading atau pos barang di sebuah Bab. Misalnya topi masuk dalam klasifikasi pos 6504. Pos tersebut berisi “Topi dan tutup kepala lainnya, dianyam atau dibuat dengan merakit strip dari bermacam bahan, ditambahkan garis atau dirapikan pinggirannya atau tidak”
- Enam digit angka pertama adalah sub-heading atau sub-pos untuk tiap pos maupun bab yang dimaksud. Untuk contoh topi diklasifikasikan dalam sub-pos 6504.00
- Delapan digit tadi didapat dari teks AHTN, dan memperlihatkan pos tarif nasional yang berasal dari BTBMI. Pos tarif tersebut memperlihatkan tarif pembebanan (Bea Masuk, PPN, PPnBM atau Cukai) ataupun peraturan lain yang boleh jadi mengatur barang itu.